Mengapa para filsuf tidak bisa sependapat?
Seorang filsuf mendeklarasikan suatu
teori, dan kemudian seperti seorang
Socrates, dicobalah oleh publik untuk merasionalisasikan teori tersebut
dan menganggap teori tersebut
cacat, salah atau bahkan tak lengkap. Dengan demikian kehormatan serta
perhatian tertinggi yang bisa diberikan seorang filsuf kepada karya filsuf lain
(sebenarnya tidak selalu sperti itu :p) adalah mencoba untuk menolak karya
filsuf lain, karena mayoritas pendekatan filsuf adalah pendekatan kritis, seseorang yang mencurahkan waktu untuk menolak karya
fisuf lain berarti menggangap karya
“filsuf lain” tersebut cukup penting dan layak mendapat perhatian. Banyak
filsuf menjadi kritikus bagi filsafat filsuf lain demi kemajuan filsafat itu
sendiri. Jadi, salah satu alasan mengapa para filsuf nampaknya tidak pernah
sepakat adalah karena memang para filsuf
diharapkan untuk bersikap demikian. Ini dilakukan untuk menguji suatu teori
benar atau tidak. Dan cenderung, seorang filsuf tidak setuju dengan teori
filsuf lain. Mengapa? Karena dengan menyepakatinya, filsuf tersebut mengakui
bahwa ia tidak cukup cerdas untuk menemukan cacat yang mungkin ada.
Namun, bukan berarti para filsuf
tidak membuat kemajuan. Tentu saj ada teori filsafat yang disepakati selamanya
(for a good reason of course J ), dan berkat formulir kritis “kontrol kualitas’ para filsuf, teori-teori para filsuf sekarang
jauh lebih rumit (lebih sulit disanggah tentunya :3) daripada teori-teori yang
kelemahan-kelemahannya telah dikaji dan pelajari secara rutin pada pelatihan para
filsuf.
0 comments:
Post a Comment