Friday, March 1, 2013

By W.V QUINE

Posted by SKYLAVERT at 8:10 PM 0 comments



Kita meminum saripati  filsafat kuno dari payudara ibu kita.
Dengan kepenuhan waktu, dengan kekinian literatur dan obesrvasi tambahan,
Banyak hal menjadi lebih jelas bagi kita.
Namun, yang terjadi adalah proses pertumbuhan dan perubahan bertahap,
Kita tidak terputus dengan masa lalu,
tidak pula mendapatkan kebakuan bukti dan realitas yang berbeda
dengan kebakuan samar seorang anak atau seorang awam.
Ilmu pengetahuan bukanlah pengganti akal sehat,
 ilmu pengetahuan ialah perpanjangan akal sehat
pencarian ilmu pengetahuan lebih tepat dikatakan 
hanya sebagai upaya memperluas dan  memperdalam
 pengetahuan yang telah dinikmati orang biasa,
dalam moderasi, dalam hubungannya dengan hal-hal umum disekitarnua.
Untuk mengingkari inti akal sehat, yang membutuhkan bukti
yang diterima oleh ahli fisika dan orang biasa sebagai kata-kata biasa,
bukanlah perfeksionisme yang patut dipuji; 
alih-alih, itu merupakan kebingungan sombong,
kegagalan dalam mengamati perbedaan
 antara bayi dan air di bak mandi

W.V. QUINE
“Lingkup dan Bahasa Ilmu Pengetahuan”

mengapa para filsuf...???

Posted by SKYLAVERT at 8:09 PM 0 comments

Mengapa para filsuf tidak bisa sependapat?


            Seorang filsuf mendeklarasikan suatu teori, dan kemudian  seperti seorang Socrates, dicobalah oleh publik untuk merasionalisasikan  teori tersebut  dan menganggap teori tersebut  cacat, salah atau bahkan tak lengkap. Dengan demikian kehormatan serta perhatian tertinggi yang bisa diberikan seorang filsuf kepada karya filsuf lain (sebenarnya tidak selalu sperti itu :p) adalah mencoba untuk menolak karya filsuf lain, karena mayoritas pendekatan filsuf adalah pendekatan kritis, seseorang  yang mencurahkan waktu untuk menolak karya fisuf lain berarti menggangap  karya “filsuf lain” tersebut cukup penting dan layak mendapat perhatian. Banyak filsuf menjadi kritikus bagi filsafat filsuf lain demi kemajuan filsafat itu sendiri. Jadi, salah satu alasan mengapa para filsuf nampaknya tidak pernah sepakat  adalah karena memang para filsuf diharapkan untuk bersikap demikian. Ini dilakukan untuk menguji suatu teori benar atau tidak. Dan cenderung, seorang filsuf tidak setuju dengan teori filsuf lain. Mengapa? Karena dengan menyepakatinya, filsuf tersebut mengakui bahwa ia tidak cukup cerdas untuk menemukan cacat yang mungkin ada.  
            Namun, bukan berarti para filsuf tidak membuat kemajuan. Tentu saj ada teori filsafat yang disepakati selamanya (for a good reason of course J ), dan berkat  formulir kritis “kontrol kualitas’  para filsuf, teori-teori para filsuf sekarang jauh lebih rumit (lebih sulit disanggah tentunya :3) daripada teori-teori yang kelemahan-kelemahannya telah dikaji dan pelajari secara rutin pada pelatihan para filsuf.

Hukum dan Moralitas

Posted by SKYLAVERT at 8:05 PM 0 comments


Hukum dan Moralitas

Hukum dan moralitas, pernah terlintas apakah sebenarnya kedua hal ini berjalan beriringan atau apakah ada hukum yang amoral? Hukum dan rasisme dan hukum perbudakan adalah contoh  bagaimana legalitas dan moralitas bisa berdiri dengan jarak yang jauh. Hukum tetap bisa melegalkan sebuah perbudakan meskipun hal tersebut ialah amoral. Sebuah hukum dapat menghalangi seseorang untuk menolong orang lain dengan ras yang berbeda, meskipun adalah sebuah tanggung jawab moral untuk menololng orang lain. Kita bisa melakukan hal yang benar tanpa melanggar hukum, dan melanggar hukum bukan berarti tidak bermoral. Hukum terkadang dibuat dengan motif kepentingan. Ini adalah masalah keberanian menggunakan hati dan akal sehat untuk berfikir.

a quote

Posted by SKYLAVERT at 8:04 PM 0 comments



 
Jangan biarkan dirimu kewalahan menghadapi pertanyaan,
tanggapi dengan santai

-LUDWIG WITTGENSTEIN
NOTEBOOKS, 1914-1916
 

what's on ? deep on ! Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos